Minggu, 11 November 2012

Pemerintahan Orde Lama

A. Pemerintahan ORDE LAMA (1950 – 1965 )
   
Masa orde lama yaitu masa pemerintahan yg dimulai dari proklamasi kemerdekaan 17 agustus 1945 sampai masa terjadinya G30 S PKI. Dizaman orde lama partai yang ikut pemilu sebanyak lebih dari 25 partai peserta pemilu. Masa orde lama ideologi partai berbeda antara yang satu dengan lainnya, ada Nasionalis PNI-PARTINDO-IPKI-dll, Komunis PKI; Islam NU-MASYUMI- PSII-PI PERI, Sosialis PSI-MURBA, Kristen PARKINDO dll. Pelaksanaan Pemilu pada Orde Lama hampir sama seperti sekarang.
Pemerintahan Soekarno pada era 1960-an, masa ekonomi surut di Indonesia. Saat itu harga-harga melambung tinggi, sehingga pada tahun 1966 mahasiswa turun ke jalan untuk mencegah rakyat yang turun. Mereka menuntut Tritura. Jika saat itu rakyat yang turun, mungkin akan terjadi people power seperti yang terjadi di Philipina.
Pemerintahan Rezim Militer (Orba) cukup baik pada era 1970-an dan 1980-an, namun akhirnya kandas di penghujung 1990-an karena ketimpangan dari pemerintah itu sendiri. Di pemerintahan Soekarno malah terjadi pergantian sistem pemerintahan berkali-kali. Liberal, terpimpin, dsb mewarnai politik Orde Lama. Rakyat muak akan keadaan tersebut. Pemberontakan PKI pun sebagian dikarenakan oleh kebijakan Orde Lama. PKI berhaluan sosialisme/komunisme (Bisa disebut Marxisme atau Leninisme) yang berdasarkan asas sama rata, jadi faktor pemberontakan tersebut adalah ketidakadilan dari pemerintah Orde Lama.

   

B. Penerapan demokrasi orde lama           


Pada masa Orde lama, Pancasila dipahami berdasarkan paradigma yang berkembang pada situasi dunia yang diliputi oleh tajamnya konflik ideologi. Pada saat itu kondisi politik dan keamanan dalam negeri diliputi oleh kekacauan dan kondisi sosial-budaya berada dalam suasana transisional dari masyarakat terjajah (inlander) menjadi masyarakat merdeka. Masa orde lama adalah masa pencarian bentuk implementasi Pancasila terutama dalam sistem kenegaraan. Pancasila diimplementasikan dalam bentuk yang berbeda-beda pada masa orde lama. Terdapat 3 periode implementasi Pancasila yang berbeda, yaitu periode 1945-1950, periode 1950-1959, dan periode 1959-1966.
Orde Lama telah dikenal prestasinya dalam memberi identitas, kebanggaan nasional dan mempersatukan bangsa Indonesia. Namun demikian, Orde Lama pula yang memberikan peluang bagi kemungkinan kaburnya identitas tersebut (Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945). Beberapa peristiwa pada Orde Lama yang mengaburkan identitas nasional kita adalah; Pemberontakan PKI pada tahun 1948, Demokrasi Terpimpin, Pelaksanaan UUD Sementara 1950, Nasakom dan Pemberontakan PKI 1965.



   C. Demokrasi Liberal (1950 – 1959)
Dalam proses pengakuan kedaulatan dan pembentukan kelengkapan negara, ditetapkan pula sistem demokrasi yang dipakai yaitu sistem demokrasi liberal. Dalam sistem demokrasi ini presiden hanya bertindak sebagai kepala negara. Presiden hanya berhak mengatur formatur pembentukan kabinet. Oleh karena itu, tanggung jawab pemerintah ada pada kabinet. Presiden tidak boleh bertindak sewenang-wenang. Adapun kepala pemerintahan dipegang oleh perdana menteri.
Dalam sistem demokrasi ini, partai-partai besar seperti Masyumi,Pni,dan PKI mempunyai partisipasi yang besar dalam pemerintahan. Dibentuklah kabinet-kabinet yang bertanggung jawab kepada parlemen (Dewan Perwakilan Rakyat ) yang merupakan kekuatan-kekuatan partai besar berdasarkan UUDS 1950.
Setiap kabinet yang berkuasa harus mendapat dukungan mayoritas dalam parlemen (DPR pusat). Bila mayoritas dalam parlemen tidak mendukung kabinet, maka kabinet harus mengemblikan mandat kepada presiden. Setelah itu, dibentuklah kabinet baru untuk mengendalikan pemerintahan selanjutnya. Dengan demikian satu ciri penting dalam penerapan sistem Demokrasi Liberal di negara kita adalah silih bergantinya kabinet yang menjalankan pemerintahan.
Kabinet yang pertama kali terbentuk pada tanggal 6 september 1950 adalah kabinet Natsir. Sebagai formatur ditunjuk Mohammad Natsir sebagai ketua Masyumi yang menjadi partai politik terbesar saat itu. Program kerja Kabinet Natsir pada masa pemerintahannya secara garis besar sebagai berikut ;
 
1.      Menyelenggarakan pemilu untuk konstituante dalam waktu singkat.
2.      Memajukan perekonomian, keeshatan dan kecerdasan rakyat.
3.      Menyempurnakan organisasi pemerintahan dan militer.
4.      Memperjuangkan soal Irian Barat tahun 1950.
5.      Memulihkan keamanan dan ketertiban.
Dalam menjalankan kebijakannya, kabinet ini banyak memenuhi hambatan terutama dari tubuh parlemen sendiri. Bentuk negara yang belum sempurna dengan beberapa daerah masih berada ditangan pemerintahan Belanda memperuncing masalah yang ada dalam kabinet tersebut. Perbedaan politik antara presiden dan kabinet tersebut menyebabkan kedekatan antara presiden dengan golongan oposisi (PNI). Hal itu menentang sistem politik yang telah berlaku sebelumnya, bahwa presiden seharusnya memiliki sikap politik yang sealiran dengan parlemen. Secara berturut-turut setelah kejatuhan kabinet Natsir, selama berlakunya sistem Demokrasi Liberal, presiden membentuk kabinet-kabinet baru hingga tahun 1959.
Pada masa Demokrasi Liberal ini juga berhasil menyelenggarakan pemilu I yang dilakukan pada 29 september 1955 dengan agenda pemilihan 272 anggota DPR yang di lantik pada 20 Maret 1956. Pemilu pertama tersebut juga telah berhasil badan konstituante (sidang pembuat UUD). Selanjutnya badan konstituante memiliki tugas untuk merumuskan UUD baru. Dalam badan konstituante sendiri, terdiri berbagai macam partai, dengan dominasi partai-partai besar seperti NU,PKI,Masyumi dan PNI. Dari nama lembaga tersebut dapatlah diketahui bahwa lembaga tersebut bertugas untuk menyusun konstitusi. Konstituante melaksanakan tugasnya ditengah konflik berkepanjangan yang muncul diantara pejabat militer, pergolakan daerah melawan pusat dan kondisi ekonomi tak menentu.
Pada pidatonya di Istana Merdeka pada 21 februari 1957 Ir.Soekarno mulai memperkenalkan sebuah sistem baru untuk menggantikan sistem demokrasi liberal. Inti pidatonya itu adalah Demokrasi terpimpin dan pembentukann Dewan Nasional. Konsep tersebut menjadi pertentangan di DPR, karena tugas mengubah sistem pemerintahan hanya dapat dialakukan oleh konstituante bukan presiden. Saat itu presiden telah memandang konstituante gagal dalm merumuskan rancangan UUD selama mereka bertugas setelah mereka diangkat sebagai hasil pemilu 1955.
Pada 22 April 1959, di depan sidang konstituante, presiden Soekarno menganjurkan untuk kembali ke UUD 1945 sebagai UUD negara RI. Menanggapi pernyataan presiden tersebut, pada tanggal 30 Mei 1959 konstituante mengadakan pemungutan suara. Hasilnya adalah mayoritas anggota konstituante menginginkan berlakunya kembali UUD 1945 sebagai UUD negara RI. Namun jumlah suara tidak mencapai dua pertiga dari anggota konstituante seperti yang di isyaratkan dalam pasal 137 UUDS 1950. Kemudian pemungutan suara diulang kembali pada tanggal 1 dan 2 Juni 1959, tetapi juga mengalami kegagalan dan tidak dapat mencapai dua pertiga dari jumlah suara yang dibutuhkan. Dengan demikian konstituante mengadakan reses.
Setelah pengumuman reses konstituante juga diikuti larangan melakukan segala bentuk kegiatan terhadap partai-partai politik. Dalam kondisi seperti ini beberapa tokoh partai politik mengajukan usul kepada Presiden Soekarno agar mendekritkan berlakunya kembali UUD 1945 dan membubarkan konstituante serta tidak memberlakukannya lagi UUDS 1950. Karena itu tanggal 5 juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang berisi :
  1. Pembubaran Konstituante.
  2. Tidak berlakunya UUDS 1950 dan berlakunya kembali UUD 1945.
  3. Segera dibentuk MPRS dan DPRS.

 
D. Demokrasi Terpimpin (1959 – 1965)
Sistem politik Demokrasi Terpimpin
           
Kekacauan terus menerus dalam kesatuan negara Republik Indonesia yang disebabkan oleh begitu banyaknya pertentangan terjadi dalam sistem kenegaraan ketika diberlakukannya sistem demokrasi liberal. Pergantian dan berbagai respon dari dari daerah dalam kurun waktu tersebut memaksa untuk dilakukannya revisi terhadap sistem pemerintahan. Ir.Soekarno selaku presiden memperkenalkan konsep kepemimpinan baru yang dinamakan demokrasi terpimpin.
Masa Demokrasi Terpimpin yang dicetuskan oleh Presiden Soekarno diawali oleh anjuran Soekarno agar Undang-Undang yang digunakan untuk menggantikan UUDS 1950 adalah UUD 1945. Namun usulan itu menimbulkan pro dan kontra di kalangan anggota konstituante. Sebagai tindak lanjut usulannya, diadakan pemungutan suara yang diikuti oleh seluruh anggota konstituante. Pemungutan suara ini dilakukan dalam rangka mengatasi konflik yang timbul dari pro kontra akan usulan Presiden Soekarno tersebut.

Hasil pemungutan suara menunjukkan bahwa :
  1. 269 orang setuju untuk kembali ke UUD 1945
  2. 119 orang tidak setuju untuk kembali ke UUD 1945
          Melihat dari hasil voting, usulan untuk kembali ke UUD 1945 tidak dapat direalisasikan. Hal ini disebabkan oleh jumlah anggota konstituante yang menyetujui usulan tersebut tidak mencapai 2/3 bagian, seperti yang telah ditetapkan pada pasal 137 UUDS 1950.
            Bertolak dari hal tersebut, Presiden Soekarno mengeluarkan sebuah dekrit yang disebut Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :
  1. Tidak berlaku kembali UUDS 1950
  2. Berlakunya kembali UUD 1945
  3. Dibubarkannya konstituante
  4. Pembentukan MPRS dan DPAS
            Peristiwa tersebut mengubah tatanan kenegaraan yang telah terbentuk sebelumya. Satu hal pokok yang membedakan antara sistem Demokrasi Liberal dan Demokrasi Terpimpin adalah kekuasaan Presiden. Dalam Demokrasi Liberal, parlemen memiliki kewenangan yang terbesar terhadap pemerintahan dan pengambilan keputusan negara. Sebaliknya, dalam sistem Demokrasi Terpimpin presiden memiliki kekuasaan hampir seluruh bidang pemerintahan.
Dengan diberlakukannya Dekrit Presiden 1959 terjadi pergantian kabinet dari Kabinet Karya (pimpinan Ir.Djuanda) yang dibubarkan pada 10 juli 1959 dan digantikan dengan pembentukan Kabinet Kerja yang dipimpin oleh Ir.Soekarno sebagai perdana menteri dan Ir.Djuanda sebagai menteri pertama. Kabinet ini  yang memiliki program khusus yang berhubungan dengan masalah keamanan, sandang pangan, dan pembebasan Irian Barat. Pergantian institusi pemerintahan antara lain di MPR (pembentukan MPRS), pembentukan DPR-GR dan pembentukan DPA.
Perkembangan dalam sistem pemerintahan selanjutnya adalah penetapan GBHN pertama. Pidato Presiden pada acara upacara bendera tanggal 17 agustus 1959 berjudul”Penemuan Kembali Revolusi Kita”dinamakan Manifestasi Politik Republik Indonesia(Manipol), yang ber-intikan USDEK (UUD 1945,Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Kepribadian Indonesia). Institusi negara selanjutnya adalah mengitegrasikan sejumlah badan eksekutif seperti MPRS, DPRS, DPA, Depernas, dan Front Nasional dengan tugas sebagai menteri dan ikut serta dalam sidang-sidang kabinet tertentu yang selanjutnya ikut merumuskan kebijaksanaan pemerintahan dalam lembaga masing-masing.
Dalam Demokrasi Terpimpin presiden mendapat dukungan dari tiga kekuatan besar yaitu Nasionalis, Agama dan Komunis. Ketiganya menjadi kekuatan presiden dalam mempertahankan kekuasaannya. Kekuasaan mutlak presiden pada masa itu telah menjadikan jabatan tersebut sebagai pusat legitimasi yang penting bagi lainnya. Presiden sebagai penentu kebijakan utama terhadap masalah-masalah dalam negeri maupun luar negeri .

    Gerakan 30 September 1965
Salah satu momen sejarah yang mungkin paling membekas dalam perjalanan sejarah Indonesia adalah Peristiwa Gerakan 30 September 1965. Adapun dampak dari peristiwa G 30 S adalah :
  •  Demonstrasi menentang PKI

    Penyelesaian aspek politik terhadap para pelaku G 30 S 1965/PKI akan di putuskan dalam sidang Kabinet Dwikora tanggal 6 Oktober 1965 dan belum terlihat adanya tanda-tanda akan dilaksanakan. Berbagai aksi digelar untuk menuntut pemeritah agar segera menyelesaikan masalah tersebut dengan seadil-adilnya. Aksi dipelopori oleh kesatuan aksi pemuda-pemuda dan pelajar-pelajar Indonesia seperti KAPPI,KAMI dan KAPI. Mucul pula kasi yang dilakukan oleh KABI,KAWI yang membulatkan tekad dalam Front Pancasila.
  • Mayjen Soeharto menjadi Pangad
    Sementara itu untuk mengisi kekosongan pimpinan AD, pada tanggal 14 oktober 1965 Panglima Kostrad/Pangkopkamtib Mayjen Soeharto diangkat menjadi Menteri/Panglima AD. Bersamakan itu diadakan tindakan-tindakan pembersihan terhadap unsur-unsur PKI dan ormasnya.

  •   Keadaan ekonomi yang buruk
    Sementara itu kedaan ekonomi semakin memburuk. Pada saat itu politik sebagai panglima, akibatnya masalah lain terabaikan. Akibatnya di daerah muncul berbagai gejolak sosial yang pada puncaknya menimbulkan pemberontakan. 

  • Tri Tuntutan Rakyat
    Pada tanggal 12 januari 1966 berbagai kesatuan aksi yang tergabung dalam Front Pancasila tersebut berkumpul di halaman gedung DPR-GR untuk mengajukan Tritura yang isinya :
  1. Pembubaran PKI dan ormas-ormasnya.
  2. Pembersihan kabinet Dwikora dari unsur-unsur PKI.
  3. Penurunan harga barang-barang.
Aksi Tritura berlangsung selama 60 hari sampai dikeluarkannya surat perintah 11 Maret 1966.

  • Kabinet seratus menteri
    Pada tanggal 21 februari 1966 presiden Soekarno mengumumkan perubahan kabinet 9 (reshuffle). Kabinet baru ini diberi nama kabinet Dwikora yang disempurnakan.
Adapun proses peralihan kekuasaan politik dari orde lama ke orde baru adalah sebagai berikut ;
  1. Tanggal 16 Oktober 1966 Mayjen Soeharto telah dilantik menjadi Menteri Panglima Angkatan Darat dan dinaikkan pangkatnya menjadi Letnan Jenderal. Pada awalnya untuk menghormati presiden AD tetap mendukungnya. Namun presiden enggan mengutuk G 30 S AD mulai mengurangi dukungannya dan lebih mulai tertarik bekerja sama dengan KAMI dan KAPPI 
  2. Keberanian KAMI dan KAPPI terutama karena merasa mendapat perlindungan dari AD. Kesempatan  ini digunakan oleh Mayjen Soeharto untuk menawarkan jasa baik demi pulihnya kemacetan roda pemerintahan dapat diakhiri. Untuk itu ia mengutus tiga Jenderal yaitu M.Yusuf, Amir macmud dan Basuki Rahmat oleh Soeharto untuk menemui presiden guna menyampaikan tawaran itu pada tanggal 11 Maret 1966. Sebagai hasilnya lahirlah surat perintah 11 Maret 1966.
  3. Pada tanggal 7 februari 1967, jenderal Soeharto menerima surat rahasia dari Presiden melalui perantara Hardi S.H. Pada surat tersebut di lampiri sebuah konsep surat penugasan mengenai pimpinan pemerintahan sehari-hari kepada pemegang Supersemar 
  4. Pada 8 Februari 1967 oleh Jenderal Soeharto konsep tersebut dibicarakan bersama empat panglima angkatan bersenjata 
  5. Disaat belum tercapainya kesepakatan antara pemimpin ABRI, masalah pelengkap Nawaksara dan semakin  bertambah gawatnya konflik, pada tanggal 9 Februari 1967  DPR-GR mengajukan resolusi dan memorandum kepada MPRS agar sidang Istimewa dilaksanakan 
  6. Tanggal 10 Februari 1967 Jend. Soeharto menghadap kepada presiden Soekarno untuk membicarakan masalah negara 
  7. Pada tanggal 11 Februari 1967 Jend.Soeharto mengajukan konsep yang bisa digunakan untuk mempermudah penyelesaian konflik. Konsep ini berisi tentang pernyataan presiden berhalangan atau presiden menyerahkan kekuasaan pemerintah kepada pemegang Supersemar sesuai dengan ketetapan MPRS No.XV/MPRS/1966, presiden kemudian meminta waktu untuk mempelajarinya
  8. Pada tanggal 12 Februari 1967, Jend.Soeharto kemudian bertemu kembali dengan presiden, presiden tidak dapat  menerima  konsep tersebut karena tidak menyetujui pernyataan yang isinya berhalangan
  9. Pada tanggal 13 Februari 1967, para panglima berkumpul kembali untuk membicarakan konsep yang telah disusun sebelum diajukan kepada presiden
  10. Pada tanggal 20 Februari 1967 ditandatangani konsep ini oleh presiden setelah diadakan sedikit perubahan yakni pada pasal 3 di tambah dengan kata-kata menjaga dan menegakkan revolusi
  11. Pada tanggal 23 Februari 1967, pukul 19.30 bertempat di Istana Negara presiden /Mendataris MPRS/ Panglima tertinggi ABRI dengan resmi telah menyerahkan kekuasaan pemerintah kepada pengemban Supersemar yaitu Jend.Soeharto
  12. Pada bulan Maret 1967, MPRS mengadakan sidang istimewa dalam rangka mengukuhkan pengunduran diri Presiden Soekarno sekaligus mengangkat Jenderal Soeharto sebagai pejabat presiden RI.

E. Kondisi Ekonomi pada Masa Orde Lama
  1. Inflasi yang sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang. Kemudian pada tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands East Indies/pasukan sekutu) mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang yang beredar mempengaruhi kenaikan tingkat harga. 
  2. Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negeri RI
  3. Kas negara kosong. 
  4. Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan. 
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi, antara lain :
  1. Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman dengan persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan Juli 1946.
  2. Upaya menembus blokade dengan diplomasi beras ke India, mangadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia. 
  3. Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
  4. Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947 Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.


F. Berakhirnya Orde Lama
Setelah turunnya presiden soekarno dari tumpuk kepresidenan maka berakhirlah orde lama.kepemimpinan disahkan kepada jendral soeharto mulai memegang kendali.pemerintahan dan menanamkan era kepemimpinannya sebagai orde baru konsefrasi penyelenggaraan sistem pemerintahan dan kehidupan demokrasi menitik beratkan pada aspek kestabilan politik dalam rangka menunjang pembangunan nasional untuk mencapai titik-titik tersebut dilakukanlah upaya pembenahan sistem keanekaragaman dan format politik yang pada prinsipnya mempunyai sejumlah sisi yang menonjol yaitu;
1.      adanya konsep dwifungsi ABRI
2.      pengutamaan golonga karya
3.      manifikasi kekuasaan di tangan eksekutif
4.      diteruskannya sistem pengangkatan dalam lembaga-lembaga pendidikan pejabat
5.      kejaksaan depolitisan khususnya masyarakat pedesaan melalui konsep masca
mengembang (flating mass)


Kesimpulan
Dari Sejarah panjang mengenai dinamika politik pada masa orde lama di Indonesia yang berhubungan dengan praktek politik berdasar demokrasi muncul semenjak dikelurkannya Maklumat Wakil Presiden No.X, 3 November 1945, yang menganjurkan pembentukan partai-partai politik. Perkembangan demokrasi dalam masa revolusi dan demokrasi parlementer dicirikan oleh distribusi kekuasaan yang khas. Presiden Soekarno ditempatkan sebagai pemilik kekuasaan simbolik dan ceremonial, sementara kekuasaan pemerintah yang nyata dimiliki oleh Perdana Menteri, kabinet dan parlemen. Kegiatan partisipasi politik di masa itu berjalan dengan hingar bingar, terutama melalui saluran partai politik yang mengakomodasikan berbagai ideologi dan nilai-nilai primordialisme yang tumbuh di tengah masyarakat. Namun demikian, masa itu ditandai oleh terlokalisasinya proses politik dan formulasi kebijakan pada segelintir elit politik semata, hal tersebut ditunjukan pada rentang 1945-1959 ditandai dengan adanya tersentralisasinya kekuasaan pada tangan elit-elit partai dan masyarakat berada dalam keadaan terasingkan dari proses politik. 
Namun pada akhirnya masa tersebut mengalami kehancuran setelah adanya perpecahan antar-elit dan antar-partai politik di satu sisi dan pada sisi yang lain adalah karena penentangan dari Soekarno dan Militer terhadap distribusi kekuasaan yang ada, terlebih Bung Karno sangat tidak menyukai jika dirinya hanya dijadikan Presiden simbolik. Perpecahan yang terjadi diantara partai politik yang diperparah oleh konflik tersembunyi antara kekuatan partai dengan Bung Karno dan Militer, serta adanya ketidakmampuan sistem cabinet dalam merealisasikan program-programnya dan mengatasi potensi perpecahan regional, telah membuat periode revolusi dan demokrasi parlementer oleh krisis integrasi dan stabilitas yang parah. Pada keadaan inilah Bung Karno memanfaatkan situasi dan pihak militer untuk menggeser tatanan pemerintahan ke arah demokrasi terpimpin pun ada di depan mata. Dengan adanya Konsepsi Presiden tahun 1957, direalisasikannya nasionalisasi ekonomi, dan berlakunya UU darurat, maka pintu ke arah Demokrasi terpimpin pun dapat diwujudkan seperti apa yang telah dia idam-idamkan. Mengenai  demokrasi terpimpin yang sudah di depan mata Bung Karno. Jelas permasalahan dari demokrasi terpimpin sendiri kita ketahui adalah berubahnya peta distribusi kekuasaan. Kekuasaan yang semula terbagi dalam sistem parlementer berubah menjadi kekuasaan yang terpusat (sentralistik) pada tangan Bung Karno, dan secara signifikan diimbangi oleh peran dan kekuasaan PKI dan Angkatan Darat. Dan akhirnya menjadi blunder bagi Bung Karno sendiri dengan adanya peristiwa pemberontakan PKI tanggal 30 september 1965 dalam kepemerintahannya. Setelah itu terjadi penyerahan kekuasaan dari Orde Lama ke Orde Baru. Itulah beberapa sekelumit cerita tentang Orde Lama, tentang bagaimana kehidupan sosial, politik dan ekonomi di masa itu.


 
Saran
Sejarah perjuangan bangsa Indonesia jangan pernah dilupakan karena itu merupakan sejarah yang mampu mempersatukan bangsa Indonesia. Kita harus membawa Indonesia ke arah yang lebih baik dan  harus belajar dari sejarah sebelumnya.


DAFTAR PUSTAKA
Miriam, Budiardjo (2000). Pengantar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia.